Rabu, 22 Juni 2011

REAKSI OTOT TUNGKAI DENGAN LARI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Peningkatan prestasi dewasa ini cenderung lebih berorientasi pada proses penerapan ilmu dan teknologi olahraga. Hal ini tidak terlepas dari persiapan atlit untuk mencapai prestasi puncak dan usaha yang dilakukan oleh pelatih dalam merancang suatu program latihan yang tetap dan sistimatis. Rancangan suatu program latihan, harus dapat mencapai tujuan dan tetap memperhatikan kelengkapan pokok yang meliputi faktor fisik, teknik, taktik dan kejiwaan.
Faktor fisik sangat menentukan terhadap peningkatan kemampuan pada suatu cabang olahraga, karena faktor ini merupakan faktor yang memegang pernan penting untuk mendukung faktor-faktor lain. Karena dengan memiliki kondisi fisik yang baik akan memberikan sumbangan yang besar terhadap perncapaian prestasi maksimal. Adapun unsur-unsur kodisi fisik yang dimaksud sebagaimana dikemukakan Moeloek (1983 : 2) yaitu : (1) Daya Tahan (endurance), (2) Kecepatan (speed), (3) Kekuatan (strength), (4) Kelincahan (agility), (5) Kelenturan(flexibelity), (6) Ketepatan (accuration), (7) Keseimbangan (balance), (8) Daya ledak otot (macular power) dan (9) Koordinasi (coordination).
Namun perlu diingat bahwa kekuatan merupakan modal dasar yang perlu dibina dan ditingkatkan, sehingga perlu diprioritaskan terlebih dahulu. Menurut Nossek (1982 : 126) “Bila bentuk suatu latihan diberikan pada atlit, terlebih yang dilatih adalah atlit pemula, maka harus diperhatikan kemampuan dasar atlit tersebut, terutama kekuatan ototnya”. Namun perlu diingat bahwa, kekuatan saja belum cukup bagi atlit untuk meningkatkan prestasinya. Akan tetapi unsur-unsur kondisi fisik yang lain juga tidak boleh diabaikan.
Pada cabang olahraga atletik, khususnya pada nomor lari sprint, unsur kodisi fisik yang dibutuhkan adalah kekuatan, kecepatan dan daya ledak otot tungkai serta kecepatan reaksi pada saat start. Keempat unsur kondisi fisik tersebut harus dilatih dan ditingkatkan dalam setiap usaha memperoleh kemampuan lari yang maksimal. Disamping itu, harus diyakini bahwa untuk mencapai prestasi tinggi tidaklah seperti yang dibayangkan, tetapi harus dengan latihan tidak hanya dengan cabang olahraga yang ditekuni tetapi harus bersifat khusus pada bidang pendukung lainnya.

























                                               
BAB II
PEMBAHASAN

B.     KECEPATAN REAKSI

Pencapaian kemampuan yang paling baik dalam kegiatan olahraga adalah kecepatan. Kecepatan adalah keadaan yang sebenarnya diekspresikan melalui perbandingan jarak dan waktu. Keanekaragaman manifestasi tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga tingkat yaitu :
a.       Pada tingkat ransangan yaitu suatu prestasi persepsi tanda bersifat penglihatan, pendengaran, perabaan dan sebagainya.
b.      Pada tingkat pengambilan keputusan dimana kerap kali perlu pilihan persepsi dalam pemenuhan aneka ragam tanda agar hanya mereaksi terhadap ransangan yang tepat.
c.       Pada tingkat pengorganisasian reaksi kinetis yang merupakan deskriminasi atau pilihan persepsi biaya disertai perlunya menetapkan pilian diantara berbagai respon kinetis yang dibuat setelah itu.
Sedangkan kecepatan reaksi itu terdisi dari dua jenis, yaitu :
  1. Kecepatan Reaksi Sederhana
Kecepatan reaksi sederana adalah ditentukan sebelumnya, respon yang sadar terhadap sinyal yang diketahui sebelumnya dan dilakukan secara mendadak.



  1. Kecepatan Reaksi Komplek
                  Kecepatan reaksi kompleks ada pilian menunjukkan pada kasus dimana individu diharapkan pada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi.

C.    KECEPATAN LARI

a.       Teknik Lari
Sprint adalah suatu jenis lari yang gerakannya dimulai dari start sampai finish dengan kecepatan maksimal. Bagi pelari jarak pendek start merupakan kunci yang pertama yang harus dikuasai, karena kecerobohan dan keterlambatan dalam melakukan start berarti suatu kerugian besar bagi seorang sprinter. Ole karena itu cara melakukan start harus benar-benar diperhatikan serta dipelajari dan dilatih secara baik dan benar.
Pada garis besarnya ada beberapa macam cara melakukan start, antara lain : Start berdiri (standing start), start melayang (flaying start) serta start berlutut (crouching start). Start berdiri biasanya digunakan oleh pelari jarak jauh dan menengah, start melayang dipergunakan ole pelari sambung terutama pelari kedua, ketiga dan seterusnya. Sdangkan start berlutut atau sering disebut start jongkok, biasanya dipergunakan oleh pelari jarak pendek.
Pada start jongkok, ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan atau dipergunakan meliputi : Bunth start, medium start serta long start. Pada bunth start atau clouse start letak kaki depan dan belakang terpisah kira-kira 25 smpai 30 cm, ujung kaki dibelakang ditempatkan segaris dengan tumit kaki belakang atau kaki muka, pada medium start letak lutut kaki belakang disamping tengah lengkung telapak kaki depan, jarak kaki depan dari garis start kira-kira 32 cm dan kaki belakang 100 cm, tergantung tinggi sungkai sprinter.
Dari ketiga macam start jongkok tersebut dia atas, yang lebih baik dan menguntungkan dalam meningkatkan kecepatan berlari adalah medium start, karena posisi kaki seperti yang diuraikan di atas, keseimbangan daya luncer ke depan lebih mudha dipertahankan sehingga gerakan start lebih meyakinkan. Namun demikian tidak berarti bahwa setiap pelari harus mempergunakan dn cocok dengan medium start, akan tetapi setiap sprinter harus dicoba-coba dahulu yang mana lebih sesuai untuk dipergunakan, serta disesuaikan dengan panjang tungkai masing-masing sprinter.
Selanjutnya waktu lari sprint badan agak condong ke depan, posisi kepala dalam garis alami dengan badan pada kaki belakang bertolak dengan ujung jari, posisi tubuh agak condong sedikit ke depan membentuk sudut 30 derajat. Tungkai kaki belakang, punggung serta kepala bagian belakang membentuk sebuah garis lurus pada badan.
Gerakan lari dengan mengangkan tungkai kemuka, pertama mendarat dengan tapak kaki bagian depan, kemudian diikuti tapak kaki bagian tengah, yang akhirnya sampai tapak kaki bagian tumit. Pada saat menolak mula-mula tumit terangkat terlebih dahulu, kemudian menolak dengan tapak kaki bagian depan ujung kaki, gerakan ini dilakukan untuk pergantian langkah. Pada saat tapak kaki mengenai tanah atau bertumpu pada tanah, kaki tidak diluruskan secara berlebihan, karena hal ini akan menyebabkan gerakan seolah-olah mengerem sehingga memperlambat kecepatan berlari. Seorang yang cepat larinya mempunyai langkah yang lebih panjang atau harus mampu mempercepat frekwensi langkahnya. Demikian pula pelari jarak pendek waktu menempuh jarak mempunyai langkah yang lebih panjang dan frekwensinya yang lebih cepat bila dibandingkan dengan pelari jarak jauh.
Gerakan lengan atau ayunan lengan pada waktu lari sangat menentukan untuk keseimbangan badan dan kecepatan kaki pada waktu kaki kanan melangkah ke depan, lengan kiri diayunkan ke depan. Pada waktu kaki kiri melangkah ke depan, maka lengan kanan harus diayunkan ke depan. Dengan demikian antara gerakan kaki dengan tangan mempunyai arah yang berlawanan dan seirama.
Gerakan ayunan lengan harus rileks, jari-jari tangan setengah digenggam dan ibu jari menyilang pada jari telunjuk, pada waktu lengan mengayun ke depan, jari-jari tangan kurang lebih setinggi bahu dengan sudut siku-siku kurang lebih 90 derajat, sedangkan pada waktu lengan mengayun ke belakang jari-jari tangan kurang lebih setinggi pinggang atau 30 cm di belakang pinggul. Kedua lengan diusahakan jangan menyilang garis tengah dari pada badan, hal ini untuk mencegah gerakan dari saping. Kedua lengan sebaiknya bergerak ke belakang, kedepan yang seolah-olah kedua lengan dilakukan secara efisien adalah sangat penting. Badan mempunyai fungsi alami dimana semakin cepat kedua lengan bergerak semakin cepat pula kedua kaki bergerak.
b.      Latihan Dengan Jinjit
Latihan dengan gerakan jinjit dapat dilakukan dengan cara lari di tempat dengan ujung kaki setinggi mungkin dan terus lari ke depan dengan jinjit kira-kira 15 sampai dengan 20 meter, setelah itu kembali ke tempat semula dengan gerakan jinjit, dilakukan secara teratur dn berulang ulang sampai atlit dapat merasakannya.

c.       Latihan Lutut dan Ayunan kaki
Latihan lutut dan ayunan kaki dapat dilakukan dengan lari di tempat, lutut diangkat tinggi-tinggi, selanjutnya bergerak ke depan secara cepat, kembali keposisi semula dengan berjalan dan diulangi dengan lari di tempat. Pada saat lutut diangkat tinggi-tinggi dengan gerakan maju ke depan dan gerakan ayunan kaki dilangkahkan lebar-lebar ke depan. Dilakukan secara berulang-ulang samapi atlit dapat merasakannya dengan jarak tempu kira-kira 40 sampai dengan 50 meter atau melebihi dari jarak yang biasa dilakukan.

d.      Latihan Ayunan Lengan dan Kaki
Latian ayunan lengan dan kaki dapat dilakukan dengan cara lari di tempat dan gerakan ayunan dilakukan secara cepat, makin cepat gerakan lengan mekin cepat pula gerakan kaki yang dilakukan, gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang selama 15 menit.

e.       Latihan Uphill
Latihan uphill adalah latihan lari yang dilakukan naik bukit, dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot tungkai kaki, latihan ini dilakukan secara berulang-ulang minimal satu kali dalam seminggu.
                       


f.       Latihan Downhill
Latihan downhill yaitu lari menuruni bukit dengan tujuan untuk melatih frekwensi gerakan kaki. Latihan ini dilakukan hendaknya berulang-ulang minimal satu kali dalam seminggu.

g.      Sprint Training
Latihan ini dilakukan ole sprinter untuk mengembangkan dan meningkatkan speed (ATP - PC System) dan maskuler strenght. Latihan sprint dilakukan secara berulang-ulang dapat menghasilkan kecepatan maksimal (maximal speed) misalnya berlari 50 meter, 60 meter dan 100 meter.
h.      Interval Sprinting
Merupakan metode latihan dimana atlit melakukan sprint 50 meter dan dilakukan dengan jogging 50 meter untuk jaran 2,5 km. Di atas 400 meter dapat dilakukan dengan 50 meter sprint dan jogging 60 meter serta dapat dilakukan masing-masing 12 kali.

i.        Accelaration Sprint dan Hallow Sprint
Berlari makin lama makin meningkat kecepatannya dari jogging terus membesarkan langkah dan selanjutnya berlari dengan cepat (sprint) misalnya 50 meter jogging, 100 meter jongging langkah biasa dn 120 meter sprint.
Hallow sprint merupakan pelaksanaan dua sprint yang terputus-putus. Hallow sprint mempunyai periode jogging dn berjalan misalnya 60 meter sprint, 60 meter jogging kemudian 60 meter berjalan.

D.    FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG LARI SPRINT

Lari cepat 50 meter (sprint) adalah serangkaian tolakan, melayang, mendarat yang dilakukan secara halus (smoth) sehingga di saat berlari seseorang tidak berfikir tentang lari, tetapi berusaha secepat mungkin mencapai garis akhir (finish). Lari sprint 60 meter sebagai suatu seri tolakan atau lompatan, komponen dasarnya adalah daya ledak (power) otot tungkai. Usaha untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai akan meningkatkan panjang langkah dan menghasilkan kecepatan lari.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan lari, diantaranya adalah :
1)      Tenaga otot merupakan salah satu persyararan terpenting bagi kecepatan lari. Terutama pelari sprint yang masih jauh dari puncaknya daapat memperbaiki kecepatannya.
2)      Viskositas otot, hambatan gesekan dlam sel (intra seluler) serat-serat otot, dengan pemanasan dapat ditingkatkan luas ruang gerak. Viskositas tinggi pada otot mempengaruhi secara negatif kecepatan maksimal yang dapat dicapai.
3)      Kecepatan reaksi atau daya reaksi paada waktu start harus diperhatikan, walaupun tidak banyak yang dilatih.
4)      Kecepatan kontraksi, yaitu kecepatan pengaruh otot setelah mendapatkan ransangan saraf. Hal ini tergantung pada struktur ototnya dan ditentukan oleh bakat.
5)      Koordinasi atau kerjasama antara sistem syaraf dan otot yang digunakan.
6)      Antropometrik, yaitu bentuk tubuh atlit, terutama perbandingan badan dan kakinya merupakan hal yang penting.

Dari sudut waktu dan gerak, setiap lari cepat dimulai dengan bereaksi secepat mungkin terhadap aba-aba dan berakhir setela mencapai garis finish. Waktu dan periode gerak dapat dibagi dalam beberapa fase : (1) Waktu Reaksi, (2) Waktu meninggalkan balok start, (3) Waktu akselerasi, (4) Waktu mempertahankan kecepatan dan (5) Waktu mencapai garis finish. Menurut Harsono (1988 : 218) mengatakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan lari yaitu :
1)      Adanya elastisitas dari otot, karena semakin panjang otot itu terulur, maka makin cepat pelari (sprinter) berkontraksi, otot memanjang dan memendek serta dapat melangkah lebih lebar, berlari rileks.
2)      Teknik lari, misalnya gerakan tangan, sikap badan waktu berlari.
3)      Kamampuan mengatasi tahanan (resistence).
4)      Konsentrasi dan semangat waktu berlomba.
5)      Keturunan dan keadaan alam serta intensitas latihan.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 60 meter harus didukung oleh unsur kondisi fisik seperti kekuatan dan daya ledak. Namun faktor utama adalah daya ledak otot tungkai, karena didalamnya sudah terdapat kekuatan dan kecepatan. Disamping itu, faktor lain yang ikut mendukung pencapaian prestasi sprint 60 meter adalah teknik dasar dan kemampuan melakukan start jongkok dengan baik termasuk konsentrasi dalam melakukan.
Keseluruhan faktor-faktor di atas merupakan satu kesatuan yang harus dimiliki dan ditingkatkan penguasaannya untuk dapat meningkatkan kemampuan lari sprint 50 meter. Peningkatan tersebut dapat dicapai hanya dengan melakukan latihan yang teratur dan sistematis serta tetap memperhatikan prinsip-prinsip dari suatu latihan. Bakat juga memegang peranan yang penting untuk mencapai prestasi maksimal pada nomor lari jarak pendek. Disisi lain, perbedaan susunan serabut otot menyebabkan kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan olahraga berbeda-beda, ini dipengaruhi ole serabut otot putih dan mera.
Unsur kondisi fisik sangat dominan pada lari jarak pendek adalah daya ledak otot tungkai, kecepatan dan kekuatan serta kecepatan reaksi. Kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting pada setiap cabang olahraga, bahkan dapat dikatakan sebagai fundamental menuju olahraga prestasi. Biasanya sebelum diterjunkan kearena perlombaan, seorang atlit harus sudah berada pada suatu kondisi fisik atau tingkat fitness yang baik, sehingga mampu menghadapi intensitas kerja dan segala macam stress yang bakal dihadapinya dalam pertandingan atau perlombaan. Tanpa persiapan kondisi fisik yang baik, sebaiknya atlit tidak diterjunkan untuk mengikuti perlombaan. Dalam penyusunan program latihan, kondisi fisik haruslah direncanakan dengan baik, sistematis dn ditujukan untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sistem tubuh, sehingga dengan demikian memungkinkan atlit untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Bila seorang atlit sudah mencapai tingkat kondisi fisik yang optimal, maka atlit tersebut akan mudah meningkatkan kemampaun skillnya.
Oleh karena itu untuk menjadi atlit pada lari sprint, harus didukung oleh berbagai faktor serta perlu memiliki tingkat kondisi fisik yang prima, sehingga usaha-usaha yang diperlukan untuk dapat mencapai prestasi yang maksimal dapat diperoleh dengan sebaik mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar